Pasangan pengantin baru umumnya begitu bersemangat memandangi kehamilan. Saat itu merupakan momen dipenuhi dengan kegembiraan serta harapan akan masa depan mereka.

Meskipun demikian, dibalik rasa gembira itu, pasangan perlu pula mengerti tentang beberapa situasi kehamilan yang bisa membahayakan, seperti misalnya kehamilan ektopik.

Banyak orang masih salah kaprah dalam menyamakan antara kehamilan ektopik dengan kehamilan biasa. Meskipun demikian, sebenarnya dua situasi tersebut memiliki perbedaan mendasar dan tentunya membutuhkan pengawasan serta tindak lanjut medis yang berlainan.

Walau kehamilan biasa dan kehamilan ektopik mempunyai tanda-tanda serupa, namun sebenarnya ada perbedaan di antara keduanya. Untuk menghindari kesalahan pemahaman, mari kita bahas penjelasannya.

Lifehack My ID

yang membahas mengenai

Perbedaan antara kehamilan normal dengan kehamilan ektopik.

Apa Itu Hamil Normal?

Kehamilan biasa terjadi saat embrio yang telah dibuahi melekat pada dinding rahim dan berubah menjadi bayi yang sedang tumbuh. Tahapan proses tersebut mencakup fase-fase seperti fertilisasi antara ovum dengan spermatozoa sampai akhirnya bersarang di rongga rahim. Di sepanjang masa mengandung, si jabang bayi akan berkembang perlahan-lahan didalam kandungan ibunya.

Pada tahap awal kehamilan, embrio bertumbuh dan berkembangan menjadi janin yang lebih besar. Wanita hamil umumnya merasakan sejumlah perubahan pada tubuh mereka dan juga dalam emosi, termasuk rasa mual, muntah, serta fluktuasi mood. Kunjungan medis selama masa prenatal secara teratur sangat penting untuk melacak perkembangan bayi dan kesejahteraan sang ibu, serta menjamin bahwa proses pembentukan janin berlangsung sesuai harapan.

Apabila ditangani dengan baik, kehamilan normal umumnya tak akan mengakibatkan masalah besar. Asupan gizi memadai, tidur teratur, serta cek berkala merupakan faktor utama dalam menjaga kondisi sehat bagi sang ibu dan bayi di kandungan. Lewat penanganan yang sesuai, proses hamil bisa berlangsung tanpa hambatan sampai saat melahirkan.

Apakah yang Dimaksud dengan Kehamilan Ektopik?

Kehamilan ectopic atau diluar kandungan merupakan situasi dimana embrio melekat serta tumbuh di luar rahim. Tempat yang paling sering mengalami kehamilan ini adalah pada saluran tuba falopi; meskipun demikian, bisa juga terjadi di ovarium, dalam rongga perut, ataupun di leher rahim.

Lokasi-lokasi itu bukanlah tempat yang direncanakan untuk membantu pertumbuhan janin, oleh karena itu kehamilan ektopik di sana tidak bisa berkembang secara optimal dan memiliki risiko menimbulkan masalah kesehatan.

Kemudian selama tahap implantasi dalam kasus kehamilan ektopik, pembentukan embrio berlangsung di lokasi yang tak seharusnya. Hal ini mungkin menimbulkan rasa sakit hebat serta perdarahan internal dikarenakan jaringan di luar rahim gagal memberikan dukungan yang dibutuhkan bagi tumbuh kembang embrio tersebut. Situasi ini kerapkali luput dari deteksi di permulaan karena ciri-cirinya cukup mirip dengan kondisi hamil biasa.

Kehamilan ektopik membutuhkan perawatan medis cepat agar bisa menghindari kerusakan tambahan pada organ-organ yang bersangkutan serta menjaga kondisi kesehatan sang ibu.

Tatalaksana dapat mencakup pemakaian obat-obatan untuk mencegah perkembangan embrio atau prosedur bedah untuk menghilangkan jaringan ektopik. Tatalaksana yang sesuai sangat diperlukan agar tidak memicu risiko tambahan. Kemungkinan terjadi kehamilan ektopik sebesar 1 banding 8 kehamilan.

Tanda-Tanda Kehamilan Ektopik

Melansir
Embry Woman Health
Perempuan yang mengalami kehamilan ektopik di awal bisa menunjukkan tanda-tanda hamil normal seperti mual, berhentinya siklus haid, serta peningkatan ukuran perut.

Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, tanda-tanda aneh mulai bermunculan. Tanda dan gejala lazim dari kehamilan ektopik mencakup:

  • Sakit parah di bagian perut dan panggul.
  • Sakit di daerah rektum (bagian terakhir dari usus besar).
  • Perdarahan berat.
  • Pusing dan pingsan.

Tanda-tanda tersebut mungkin cukup serupa dengan gejala kehamilan biasa. Untuk mengonfirmasinya, bunda perlu menjalani pemeriksaan prenatal secara teratur agar dapat dilakukan pengawasan tambahan.

Sebab-sebab Terjadinya Kehamilan Ektopik

Setiap wanita yang melakukan aktivitas seksual memiliki potensi untuk mengalami kehamilan ektopik. Akan tetapi, tingkat resikonya bisa bertambah dengan adanya sejumlah faktor tertentu.

Berikut ini merupakan sejumlah penyebab yang bisa memperbesar risiko terjadinya kehamilan ektotik:

  • Wanita yang sedang hamil di atas usia 35 tahun berisiko lebih besar terkena kehamilan ektopik.
  • Perempuan yang memiliki riwayat penyakit radang panggul (PID) berisiko lebih besar, karena kondisi ini dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan pada saluran tuba.
  • Apabila seorang wanita mempunyai catatan medis tentang endometriosis, yaitu ketika jaringan endometrium berkembang di luar Rahim, maka kemungkinan terjadinya kehamilan ektop pun bertambah.
  • Sejarah infeksi menular sexual semisal gonore atau klamidia bisa memperbesar kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik. Ini dikarenakan oleh fakta bahwa infeksi tersebut mampu menghancurkan tabung falopi.
  • Wanita yang telah melalui proses operasi seperti aborsi, sterilisasi, atau tindakan bedah pada daerah panggul atau perut berpotensi memiliki peluang lebih besar untuk mengalamai kehamilan ektopik.
  • Penggunaan alat kontrasepsi intrauterin (IUD) juga menambah peluang terjadinya kehamilan ektopik secara minimal.
  • Kelainan dalam struktur saluran tuba bisa mengganggu perjalanan sel telur serta menambah peluang terjadinya kehamilan ektropik.
  • Merokok juga bisa menaikkan risiko mengalami kehamilan ektopik.

Memahami elemen-elemen tersebut bisa mendukung wanita dalam mengenali potensi kehamilan ektopik serta kesesuaian dari pengawasan medis sepanjang masa hamil.

Apakah Bisa Hamil Lagi Setelah Kehamilan Ektopik?

Sudah tentu, Bu. Peluang untuk mendapatkan kehamilan lagi setelah mengalami kehamilan ektopik memang cukup besar. Ibu berkesempatan sebesar 65% untuk hamil kembali usai menghadapi situasi tersebut. Tetap saja, terdapat pula risiko berkisar 10% bagi ibu untuk menjumpai kejadian kehamilan ektopik yang kedua kali ini.

Dalam sejumlah kasus kehamilan ektopik, bisa jadi dibutuhkan intervensi medis contohnya dengan menghapus salah satu saluran telur. Apabila keduanya perlu diambil, maka hamil secara normal menjadi mustahil. Pada kondisi demikian, metode lain seperti
In Vitro Fertilization
(IVF) atau bayi tabung dapat menjadi opsi untuk mencapai kehamilan.

Berapa Durasi yang Dibutuhkan untuk Mengandung Kembali Setelah Kehamilan Ektropik?

Menurut situs web Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, biasanya dianjurkan untuk mengandung kembali setelah menanti 3-6 bulan supaya tubuh dan emosi Mama dapat pulih terlebih dahulu sebelum berusaha hamil lagi.

Untuk Mama yang mengalami kehamilan ektopik dan mendapat perawatan dengan cara pembedahan laparoskopis, umumnya dianjurkan untuk mencoba hamil lagi setelah melewati dua periode menstruasi. Sedangkan apabila pengobatannya dilakukan menggunakan injeksi metotreksat, sebaiknya menunggu minimal tiga bulan sampai tingkat hormon hCG berkurang menjadi kurang dari 5 UI/mL, hal ini bisa diketahui lewat hasil uji darah.

Nah, itulah ulasan mengenai

perbedaan antara kehamilan normal dengan kehamilan ektopik

Ingatlah, tetap pantau perkembangan kehamilanmu dan jalani konsultasi prenatal dengan teratur, Bu.

  • 6 Metode Menghindari Kehamilan Ektopik Berulang
  • Apakah Anda Tahu Apa itu Kehamilan Ektopik dan Metode Mengatasinya?
  • Kehamilan Ektopik, Saat Sel Telur Berkembang di Luar Rahim