BAKOELWEB ID

– Seringkali, orang-orang memberikan alasan bahwa mereka menanti momen yang pas sebelum memulai suatu usaha, sementara pada kenyataannya mereka hanya menghabiskan waktu dengan penundaan.

Menurut sebuah kiriman dari akun LinkedIn Rangga W. Primanto pada hari Kamis (03/04), “Jika Anda terus-menerus menanti saat yang ideal untuk memulai suatu hal, Anda akan sering kali kalah oleh orang-orang yang cuma memiliki keberanian, dan melakukan tindakan tanpa perlu merenung panjang.”

Banyak di antara kita berusaha untuk merencanakan semuanya dengan sempurna, namun apabila selalu menanti momen yang pas, ada kemungkinan kita justru ketinggalan.

Berikut ini adalah 8 alasan tersembunyi mengapa orang cenderung menunda-nunda dan mencari waktu yang ideal sebelum memulai suatu hal, seperti dikutip dari situs web Global English Editing pada hari Kamis (03/04).


1. Tekanan perfeksionisme

Ayo kita akui bahwa banyak di antara “pengharapan mencapai saat yang ideal” bermula dari dorongan untuk melaksanakan segala hal secara utuh. Bila Anda termasuk orang yang tak pernah merasa cukup kecuali semua elemen sudah teratur, kemungkinan besar Anda sering mengundurkan berbagai tugas demi memastikan tanpa ada cacat sedikit pun.

American Psychological Association (APA) sudah mengeluarkan studi yang membahas kaitan antara perfeksionisme dan pengundian waktu. Saat yakin bahwa terdapat satu metode “ideal” untuk memulai sesuatu, akan lebih cenderung menangguhkan tugas hingga kondisi kita benar-benar serasi dengan standar tersebut.

Permasalahannya adalah, keseimbangan tersebut tak kunjung muncul. Inilah sebabnya mengapa banyak orang dengan standar tinggi pada akhirnya harus menantikan waktu yang jauh lebih lama dibandingkan yang seharusnya.


2. Takut akan perubahan

Terkadang gagasan seperti merombak hidup Anda dengan hal-hal baru misalkan mulai profesi yang berbeda atau menjalankan rutinitas olahraga, bisa tampak jauh lebih menakutkan dibandingkan dengan hanya bertahan begitu saja.

Mindful.org menjelaskan bahwa kita cenderung bertahan pada kebiasaan lama akibat perubahan yang mendorong kita meredefinisi konsep jati diri.

Apabila Anda sudah menjalani rutinitas atau memegang identitas tertentu selama bertahun-tahun, berpindah ke hal baru bisa saja dirasakan seolah-olah mencabut tikar di bawah kaki sendiri.

Tungguannya dapat bertahan lama, apalagi bila tak mengakuakan kekhawatiran di baliknya. Menghadapi perubahan dengan langkah demi langkah akan sangat memudahkan proses tersebut.

Dimulai dengan perubahan sederhana, misalnya bangun tidur 15 menit lebih pagi untuk bekerja pada proyekmu atau mencoba hobi baru setiap satu minggu sekali. Langkah-langkah kecil tersebut akan membantu kamu beradaptasi menuju transformasi yang lebih signifikan.


3. Menjaga batasan pada kepercayaan yang disamarkan sebagai alasan rasional

Klaim-klaim tersebut mungkin tampak masuk akal, namun biasanya hanyalah tuduhan ketidakpastian diri yang disembunyikan. Kami sering kali membungkusnya dalam alasan-alasan praktis guna menghalalkan tindakan menunda-nunda kita.

Praktek menantang keyakinan tersebut membuktikan bahwa hampir tidak pernah ada titik di mana kita merasa sepenuhnya siap dalam kehidupan ini.


4. Melebih-lebihkan pendapat eksternal

Kelompok keluarga serta sahabat merupakan individu yang membawa perspektif berbeda. Penelitian dari bidang psikologi menunjukkan bahwa penerimaan sosial menjadi elemen penting di balik sejumlah besar keputusan dalam kehidupan seseorang.

Ini khususnya bisa menghambat kita yang mempunyai ikatan komunitas yang solid atau hubungan yang amat berharga.

Amati proyek atau keputusan apa saja yang menciptakan rasa gembira sesungguhnya, meskipun tidak ada tepukan tangan. Pikirkan bagaimana perasaan itu ketika Anda mengambil keputusan didasari oleh keseimbangan internal bukannya hanya pengakuan semata.


5. Beban psikologis akibat gagal di masa lalu

Usaha bisnis yang gulung tikar, insiden publik yang mengundang malu, atau bahkan ikatan personal yang tak terjalin dengan baik merupakan peristiwa yang bisa menimbulkan trauma emosi.

Selanjutnya, saat kesempatan baru datang, kamu bakal mencari berbagai alasan buat memenaskannya. Di balik semuanya, mungkin ada kekhawatiran mengenai pola yang terus berulang.

Mark Manson kerap mengulas tentang cara di mana pengalaman lampau menciptakan cerita dalam pikiran kita. Seseorang yang bijak akan merenungi kekeliruan dahulu untuk kemudian beradaptasi tanpa terperosok pada ketidaksediaan bertindak kembali.

Pikirkan untuk menulis di sebuah buku harian atau membincangkannya dengan orang yang kamupercaya mengenai rasa takut tertentu yang timbul dari kegagalan sebelumnya.


6. Ketidakjelasan mengenai definisi sebenarnya dari “mulai” tersebut kurang.

Apabila visimu terkait dengan “mulai” masih kabur, maka sulit bagi mu menentukan kapan harus memulai tindakan ataupun berhenti. Sebagaimana dinyatakan dalam laporan dari Harvard Business Review, penentuan target yang tepat akan meningkatkan semangat dan motivasimu.

Jika seseorang menentukan tahap berikutnya dengan cara yang jelas dan dapat diukur, mereka akan lebih mungkin untuk bertindak. Usahakan merinci target Anda menjadi serangkaian tugas konkret.


7. Over-identifikasi dalam tahap persiapan

Merancang bisa sangat membangkitkan semangat. Anda melakukan penelitian, mengambil saran dari pakar-pakar, serta kemungkinan besar ikut gabung ke grup tempat semua orang sedang asyik mencari ide-ide kreatif.

Getaran mental dari persiapan bisa mencerminkan euforia dalam bertindak. Anda telah menginvestasikan bulan demi bulan untuk merancang peta lokasi, menyusun anggaran, serta membacanya ribuan artikel blog seputar gaya hidup sederhana di seluruh penjuru kota.

Sebenarnya, harus diakui bahwa kamu merasa senang berada dalam ruang perencanaan tersebut dan memberikan kesan pada dirimu sendiri sebagai orang yang produktif tanpa adanya komitmen konkret.

Apabila Anda merasa selalu berada di “modus penyelidikan,” tentukan batas waktu ketika Anda akan pindah dari tahap perancangan ke implementasi sebenarnya. Tanpa deadline yang tegas, perencanaan bisa dengan mudah menjadi dalih untuk menghindari tantangan nyata.


8. Kurang siap secara emosi menghadapi kesuksesan

Seringkali kita dengar mengenai ketakutan terhadap kegagalan, namun rasa takut akan sukses juga dapat setara besarnya.

Terkadang memilih “saat yang pas” merupakan metode damai untuk menjaga diri terlindungi dari tekanan yang disebabkan oleh pencapaian sukses. Namun, masalah utamanya ialah bahwa pergantian cepat pada situasi kehidupan—baik itu hal positif maupun negatif—dapat merusak ikatan personal apabila kita belum siap secara psikologis.

Keberhasilan bisa mengubah pola hari-hari Anda, kelompok teman sebaya, dan bahkan keyakinan diri. Apabila Anda belum mempersiapkan pikiran untuk kesuksesan atau menyambut peluangnya, maka mungkin saja proses tersebut tak memiliki batasan waktu tertentu, hingga pada akhirnya Anda tidak akan menemukan jalannya sendiri menuju transformasi hidup.