BAKOELWEB INDONESIA.CO.ID, JAKARTA – Mengingat posisi sebagai penghasil minyak kelapa sawit terkemuka global, tindakan satuan tugas PKH dalam menyita dan mendesain ulang perkebunan-perkebunan sawit yang dituduhkan melanggar aturan bakal memperburuk persepsi negara kita di kancah internasional, lebih-lebih lagi bagi Eropa. Kondisi ini dapat menciptakan ketidakstabilan hukum serta berdampak pada lingkungan bisnis investasi nasional kedepannya.
Dr. Eugenia Mardanugraha dari LPEM FEB UI mengungkapkan bahwa kebijakan Satgas PKH memiliki potensi merugikan para investor. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa negara-negara di Eropa telah beberapa kali melakukan kampanye negative terhadap kelapa sawit Indonesia, termasuk tuduhan tentang pekerja paksa anak, deforestasi, serta masalah-masalah lainnya.
“Campaign negatif semacam itu tentu saja telah meruntuhkanصند
صند
image
Indonesia menurut pandangan global. Bila terdapat kejadian serupa dengan hal tersebut sebelumnya (penebangan kelapa sawit tanpa perencanaan),
image
“Keadaan semakin memburuk,” ujar Eugenia dari Jakarta pada hari Sabtu, 29 Maret 2025.
Dia menjelaskan bahwa pembatasan tanaman kelapa sawit secara berlebihan dapat menciptakan keraguan dalam aspek hukum. Hal ini pada akhirnya diyakini bakal merusak kondisi investasi di Indonesia. Terutama, beberapa area perkebunan milik warga sudah mendapatkan ijin usaha perkebunan (IUP). Ada pula yang telah dilengkapi dengan sertifikat hak gunausaha (HGU) dari pihak pemerintah nasional.
“Prihatin rasanya melihat perusahaan-perusahaan yang telah mendapatkan IUP dan HGB. Jika untuk IUP bisa diurus dengan kabupaten, namun memperoleh Hak Guna Bangunan (HGB) sungguh tak mudah. Prosesnya panjang bertahun-tahun, serta biayanya pun cukup tinggi,” ungkap Eugenia.
Hasil dari tindakan satuan tugas PKG menghasilkan penyitaan perkebunan kelapa sawit sebesar 317 ribu hektar dalam rentang waktu antara tanggal 24 Februari sampai dengan 18 Maret tahun 2025. Satgas PKH melakukan gerakan bersama di 19 propinsi, dimulai dari Sumatera, Kalimantan hingga Papua. Kemudian, tanaman kelapa sawit yang sudah ditahan ini akan dikendalikan secara tetap oleh PT Agrinas Palma Nusantara yang telah memperoleh persetujuan dari pihak berwenang.
Kementerian Keuangan menginvestasikan Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp 8 triliun ke tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konstruksi yang sudah bergabung membentuk entitas baru bernama Agrinas atau Agro Industri Nasional, salah satunya adalah PT Agrinas Palma Nusantara yang berfokus pada pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan pandangan Eugenia, pihak pemerintahan harus menerapkan metode yang lebih memperhatikan hak-hak manusia dan bukannya secara semena-mena merebut tanah milik petani kelapa sawit.
Sebagai contoh, jika terdapat sebuah perusahaan kelapa sawit yang belum menyelesaikan pembayaran pajak atau bahkan pajaknya tidak mencapai jumlah seharusnya, pemerintah dapat mendiskusikannya dengan pemilik usaha agar masalah tersebut terselesaikan. Ini disebabkan oleh faktanya bahwa manajemen perkebunan minyak sawit memerlukan pengetahuan dan keterampilan spesifik. “Kita jangan asal merebut seperti itu. Apakah pemerintah benar-benar mampu mengatur semua hal ini sendirian? Minyak sawit adalah organisme hidup sehingga butuh dikelola,” ungkap Eugenia.
Dia pun mengkritisi tindakan pemerintah yang memberikan manajemen perkebunan kelapa sawit hasil penyitaan kepada PT Agrinas Palma Nusantara. Menurut Eugenia, jika tujuannya adalah untuk menyehatkan kembali zona hutan, maka seluruh area tanaman kelapa sawit itu harus dikembalikan menjadi wilayah hutan.
Seandainya masyarakat global, terutama Eropa, mengetahui bahwa perkebunan-perkebunan tersebut berlokasi di area hutan, diprediksi mereka akan enggan untuk membeli produk-produk dari tanah yang dikelola oleh PT Agrinas. Hingga saat ini, Eropa cukup keras dalam mengimplementasikan pedoman-pedoman tertentu bagi impor minyak kelapa sawit ke negerinya seperti halnya dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
Satu di antara hal tersebut, mereka enggan untuk mengontrak kelapa sawit yang berasal dari lahan hutan. “Masalahnya adalah, lalu ke mana sawit itu akan dibuang? Siapakah pembeli potensial bagi sawit tersebut?” ungkap Eugenia.
Recent Comments