BAKOELWEB INDONESIA.CO.ID, BANDUNG – Lebaran merupakan kesempatan untuk silaturahmi antar keluarga Muslim serta saling meminta maaf sambil berkumpul sesaat setelah satu bulan melaksanakan ibadah puasa. Karena perayaan ini, tidak sedikit yang rela menyisihkan waktu dan dana khusus untuk pulang ke kampung halaman.
Beberapa orang menghabiskan belasan jam hingga beberapa hari dalam perjalanan mereka hanya untuk merasakan nuansa Idul Fitri di tempat asalnya. Lalu lintas menjelang Lebaran 2025, yang resmi dirayakan tanggal 31 Maret oleh pemerintah, mulai ramai beberapa hari sebelum itu.
Perayaan Idul Fitri tidak hanya dimulai setelah kemerdekaan Indonesia. Bahkan ketika negeri ini masih dikuasai Belanda, Lebaran tetap disambut dengan penuh semangat, termasuk adat istiadat mudik.
Mengenai pulang kampung, pihak kereta api waktu itu perlu mempersiapkan gerbong ekstra. Koran
Berita terkini untuk Nederlandsch-Indiƫ
21-11-1938 melaporkan bahwa pada masa itu, perusahaan kereta api telah mengatur sejumlah kereta ekstra dari Madiun menuju Bandung yang ditujukan bagi staf lokal dalam perusahaannya. Akan tetapi, pelanggan di luar perusahaan juga diperbolehkan ikut serta.
Kereta ekstra tidak hanya menuju Madiun, tetapi juga beroperasi ke arah Yogyakarta dan Batavia karena tingginya jumlah penumpang selama hari raya Idul Fitri, demikian dilaporkan dalam surat kabar De Locomotief edisi 21-11-1938.
Permasalahan terkait petasan pun timbul di Kota Bandung pada masa penjajapan Belanda, dimana para pengrajin petasan turut menjadi korban akibat hasil produksi mereka sendiri. Koran
De Locomotief
Edisi tanggal 18 Februari 1931 mengisahkan tentang seorang pengecor kembang api yang bernama Mad Kasim, dia mendapat luka parah di kepala usai bom ciptaannya meletus.
Ledakannya sangat dahsyat sehingga tubuh Mad Kasim melompat jauh. Menurut laporan koran, produksi kembang api tersebut terjadi di daerah Cibeunying, Kota Bandung dan menghasilkan korban tewas.
“Pastinya Mad Kasim ingin harta miliknya tersebut disumbangkan dan dimilikinya sendiri. Namun, bahan peledak yang ada malah menyebabkan dia tersungkur dan menderita luka parah di kepalanya,” demikian dilaporkan surat kabar itu.
Atmosfer perayaan Lebaran waktu itu pun turut dipenuhi dengan berwisata ke beberapa destinasi pariwisata di kota Bandung, sebagaimana dilaporkan oleh media cetak tersebut.
Berita terkini tentang Hindia Belanda
Edisi 11-01-1935. Penduduk Kota Bandung bermacet-macetan untuk melihat-lihat kebun binatang yang pada masa itu dikenal sebagai Derenten, tempatnya persis seperti halnya Taman Zoologi Bandung atau Bandung Zoo sekarang.
Al-Qur’an mencatat bahwa pada tanggal 7 Januari 1935, ada sekitar 1.500 warga pribumi atau Indonesia yang berkunjung ke lokasi wisata tersebut bersama dengan 160 orang dari etnis Eropa. Sedangkan pada hari berikutnya, yaitu 8 Januari 1935, jumlah pengunjuk tamasya menjadi 1.500 orang dari kalangan Eropa dan 900 lainnya berasal dari kaum pribumi.
Diprediksikan pada saat tersebut jumlah pengunjung akan semakin meningkat. Ini karena pelabuhan di Batavia mendapatkan dua ekor kanguru dan dua ekor burung emu dari Perth, Australia, ditambah dengan satu ekor anoa dari Sulawesi.
Agar dapat merapikan kebun binatang tersebut, pengelolanya bersama Dinas Pembibitan Kota saat itu sudah mengerjakan peningkatan serta pelebaran bahan-bahan kayu.
“Proses persiapan area bermain bagi anak-anak akan dijelaskan. Selanjutnya, fokus akan tertuju pada petugas keamanan malam dari kebun binatang yang kemudian menerima perhatian. Sejumlah langkah akan dilakukan. Banyak ide pembaruan sudah disahkan,” demikian tulis suratkabar tersebut.
Koran De Sumatera Post edisi 28-05-1923 mencatat adanya alasan untuk merayakan kebahagiaan. “Lima puluh hari suci tersebut sudah terlewati, saat ini masyarakat telah melaksanakan tugas-tugaskan mereka sesuai dengan ajaran agama, minimal di aspek rukun ketiga Islam, serta pada masa perayaan tahun baru (Idul Fitri), seluruh orang mengenakan pakaian yang bersih dan tertata rapi.”
Di pagi hari yang nyaris masuk malam, saat langit masih menyinari secara cerah, banyak umat beriman berkumpul di Masjid Bandung. Hadirlah kepala penghulu serta pemimpin pemerintahan kota Bandung, yakni sang raja, untuk berpidato bagi kerumunan orang tersebut. Kerumunan orang yang luar biasa besarnya dan luasnya membuat para warga kelihatan seperti mengalami kesadaran akan kebutuhan mereka sendiri dalam skala yang lebih besar dibanding periode-periode sebelumnya; hal ini dipengaruhi oleh dampak dari suatu musibah baru-baru ini,” demikian dilaporkan suratkabar.
Setelah acara resmi usai, kerumunan besar orang membentuk barisan panjang mendatangi tempat tinggal kepala pemerintahan kotanya, seraya memakai pakaian bertema warna-warna ceria. Di langit, petasan bermunculan dan membuat pertunjukan cahaya yang meriah.
Selanjutnya, acara tradisional dilangsungkan di kabupaten tersebut. Sesuai dengan kebiasaan lokal, anggota Dewan Bandung menyampaikan salam hormat kepada sang suami serta sejumlah pejabat, laki-laki bangsawan asli dari seluruh wilayah yang tampil dengan pakaian mencolok sambil bersujud.
Banyak anggota komunitas asli yang hadir untuk menyapa dan mengucapkan selamat kepada para pemimpin pemerintah. Meskipun seiring perkembangan zaman hari itu menjadi lebih resmi namun juga sedikit lebih meriah.
Di malam tersebut, giliran kelompok Eropa yang menyampaikan pesan selamat kepada sang raja beserta pasangannya di kantor kabupaten. Terdapat begitu banyak tamu yang mengambil peluang itu. Seantero Idul Fitri menjadi momen spesial berkat hadirnya kerumunan orang dari Bandung.
Inilah atmosfer Idulfitri di Kota Bandung serta daerah sekelilingnya ketika dulu. Ternyata kegembiraan hari ini masih mirip dengan masa lalu.
Kini, marilah kita merasakan atmosfer Hari Raya di tahun 2025 dengan berhimpun bersama keluarga serta kerabat dan teman-teman. Kita juga sebaiknya sama-sama memberikan pengampunan satu sama lain.
Recent Comments